Kegiatan ini mengadirkan narasumber utama yakni, Dr Muhammad Rezza Septian MPd dari IKIP Siliwangi, Kota Cimahi, membahas pentingnya bimbingan psikologis dalam membangun sikap toleransi di lingkungan kampus.
Kepala UPBK USK, Dr Fajriani SPd MEd dalam rilis dikirim ke media ini, Sabtu (22/2) dalam sambutannya menyampaikan, pentingnya penguatan toleransi dalam kehidupan akademik dan sosial mahasiswa.
"Toleransi merupakan elemen kunci dalam kehidupan kampus yang multikultural. Melalui bimbingan psikologis, mahasiswa dapat mengembangkan empati, keterampilan komunikasi yang efektif, serta pemahaman yang lebih mendalam tentang keberagaman," ujar Fajriani.
Katanya, UPBK hadir untuk mendukung mahasiswa dalam mengatasi tantangan psikologis, sosial, dan akademik yang mereka hadapi, sehingga mahasiswa tidak hanya berkembang sebagai individu yang cerdas, tetapi juga memiliki kesadaran sosial yang tinggi.
Fajriani menuturkan, kegiatan ini dihadiri masiswa USK dari lintas fakultas dan jurusan serta mendapatkan antusiasme tinggi dari mahasiswa, dosen, dan tenaga kependidikan yang hadir.
Lebih lanjut, sesi diskusi interaktif memungkinkan peserta untuk berbagi pengalaman dan mengajukan pertanyaan terkait bagaimana membangun toleransi dalam kehidupan sehari-hari di kampus.
Talkshow ini tandasnya, selain memberikan wawasan tentang pentingnya toleransi, juga menjadi ajang promosi layanan UPBK USK.
Fajriani menyampaikan, UPBK terus berkomitmen untuk menyediakan layanan bimbingan dan konseling guna membantu mahasiswa mengembangkan kecakapan sosial, menghadapi tantangan akademik, serta meningkatkan kesejahteraan psikologis mahasiswa.
"Dengan adanya kegiatan seperti ini, diharapkan mahasiswa USK semakin terbuka terhadap keberagaman dan mampu menjalin hubungan yang lebih harmonis dengan sesama," tuturnya.
Fajriani menambahkan, UPBK USK juga mengajak seluruh mahasiswa untuk memanfaatkan layanan bimbingan dan konseling sebagai sarana untuk mengembangkan diri dan mencapai kesejahteraan mental yang optimal.
Semenatar itu, narasumber, Muhammad Rezza Septian menjelaskan, bahwa toleransi tidak hanya terbatas pada perbedaan agama, budaya, atau suku, tetapi juga mencakup penerimaan terhadap berbagai sudut pandang, gaya belajar, serta latar belakang sosial mahasiswa.
Ia menyoroti bagaimana faktor psikologis, seperti kecerdasan emosional dan keterampilan dalam menyelesaikan konflik, dapat membantu mahasiswa membangun hubungan yang harmonis di lingkungan akademik.
"Mahasiswa yang memiliki toleransi tinggi cenderung lebih mudah beradaptasi, bekerja sama dalam tim, serta memahami dan menghargai perspektif orang lain," ungkap Rezza.
Dijelaskannya lagi, ini bukan hanya berdampak pada kehidupan sosial mahasiswa, tetapi juga pada keberhasilan akademik dan profesional di masa depan.[]