Oleh Feri Irawan
Duduk bersila di rangkang halaman rumah, ditemani secangkir kopi hitam dan pisang rebus, membuat ide-ide kami keluar dengan lancarnya dari otak kecil kami. Pagi ini, saya ditemani teman saya dari Aceh Besar. Umurnya hampir setengah abad. Dia baru saja lulus PPPK. Dari ceritanya, hidup sebagai guru honorer di pelosok tidaklah mudah. Gajinya sangat kecil, seringkali terlambat, dan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar. Meski begitu, temanku ini tidak pernah mengeluh. Ia tetap tersenyum, karena baginya, pendidikan adalah panggilan jiwa.
Kesempatan besar datang ketika pemilihan guru inovasi digelar oleh Balai Guru Penggerak Aceh. Dengan semangatnya yang tak pernah padam, mengikuti lomba itu. Ia pun mendapat penghargaan sebagai peserta terbaik.
Dari seorang guru honorer dengan apa adanya, temanku membuktikan bahwa usia dan perjuangan bukan menjadi masalah. Ianya mampu mengubah dirinya sendiri dan dunia di sekitarnya. Teringat dulu saat saya mengikuti guru berprestasi nasional, umur saya 38 tahun. Saya termasuk peserta yang usianya muda, walaupun tidak muda-muda banget. Sementara dari provinsi lain, pesertanya hampir berkepala lima. Bahkan ada peserta yang dua bulan lagi pensiun. Bisa dibayangkan tidak bagaimana mindset peserta yang umurnya diatas saya?.
Ini membuktikan bahwa faktor usia bukan hambatan untuk berprestasi. Keterlambatan tidak selalu berarti gagal. Setiap orang memiliki proses yang berbeda, dan yang terpenting adalah percaya pada proses tersebut. Seringkali orang tidak puas atas apa yang mereka inginkan. Atau bahkan marah saat harapannya tidak sebanding lurus dengan kenyataan. Sementara usaha yang mereka lakukan sudah merasa maksimal. Sebaliknya ada orang yang dengan mudah mengatasi tantangan. Sehingga timbullah pola pikir bahwa hidup ini memang sudah ditakdirkan demikian.
Orang dengan fixed mindset percaya bahwa kemampuan mereka sudah ditentukan sejak lahir dan tidak dapat diubah. Orang dengan fixed mindset cenderung mudah menyerah ketika menghadapi kesulitan.Padahal penghambat kesuksesan bukanlah "mereka" di luar sana, melainkan pikiran kita sendiri.
Ada beragam hal yang dapat mendorong seseorang untuk maju, entah itu pola pikir, kerja keras, atau sekadar keberuntungan. Mindset tidak hanya memengaruhi cara kita memandang diri sendiri, tetapi juga cara kita menghadapi hidup.
Selama kita masih diberi waktu, semua peluang dan kesempatan sukses selalu terbuka. Tinggal kita mengolah potensi dan mengambil kesempatan yang terbuka tersebut untuk meraih sukses. Kewajiban manusia hanyalah berusaha, melakukan yang terbaik, sembari terus berdoa. Jangan merasa tua untuk memulai karya. Jangan merasa tua untuk bekerja produktif. Jangan merasa tua untuk meraih mimpi. Jangan merasa tua untuk mendapatkan sukses.
Masih ingat Toyo Shibata? Pada usianya yang hampir 100 tahun, Toyo Shibata. Perempuan asal Jepang memunculkan buku kumpulan puisi, dan baru pertama kali itu pula ia menerbitkan buku. Uniknya, ia baru mulai menulis saat berusia 92 tahun. Luar biasa, benar-benar nenek yang produktif. Usia tidak menghalanginya berkarya dan bekerja meraih sukses. Padahal kita lihat banyak orang tua di sekitar kita yang sudah tidak berpikir lagi untuk menghasilkan karya besar. Bahkan banyak juga anak muda yang tidak memiliki keinginan kuat untuk sukses dan memiliki karya monumental.
Orang dengan growth mindset cenderung tidak mudah menyerah ketika menghadapi kesulitan. Mereka melihat kritik sebagai peluang untuk memperbaiki diri. Mereka berani mencoba hal-hal baru dan mencari solusi inovatif. Tanpa kerja keras dan growth mindset atau pola pikir berkembang yang tertanam di kepala kita, tentu kita akan mudah menyerah karena berbagai keterbatasan yang kita miliki.
Siapa yang tak kenal Thomas Alva Edison, sang penemu ulung yang namanya harum dalam sejarah? Di balik gemerlap penemuan-penemuannya yang revolusioner, tersimpan kisah masa kecil yang penuh liku. Kisah tentang seorang anak yang dianggap bodoh oleh gurunya, namun justru menjadi salah satu ilmuwan paling berpengaruh di dunia.
Ketika masih kecil, Edison kecil seringkali dianggap sebagai anak yang “berbeda”. Ia lebih tertarik pada eksperimen dan penemuan daripada menghafal pelajaran di kelas. Sikapnya yang dianggap mengganggu membuat para guru kewalahan. Puncaknya, Edison dikeluarkan dari sekolah. Bayangkan betapa hancurnya hati seorang anak kecil saat itu.
Namun, di tengah kesedihannya, ada sosok yang selalu percaya padanya: ibunya, Nancy Edison. Ketika membaca surat pemecatan anaknya, hati Nancy tentu teriris. Namun, ia tidak menyerah begitu saja. Alih-alih menyalahkan anaknya, ia justru melihat potensi besar yang terpendam dalam diri Edison.
“Sekolah tidak cocok untukmu, Nak,” ujar Nancy dengan lembut. “Ibu akan mengajarimu sendiri.”
Dengan penuh kesabaran dan kasih sayang, Nancy menciptakan lingkungan belajar yang menyenangkan di rumah. Ia menyediakan berbagai buku, alat peraga, dan ruang yang luas bagi Edison untuk bereksperimen. Edison pun tumbuh menjadi anak yang cerdas dan penuh rasa ingin tahu. Ia menghabiskan waktu berjam-jam di ruang kerjanya, melakukan eksperimen demi eksperimen.
Dukungan penuh dari ibunya membuat Edison semakin percaya diri. Ia tidak lagi merasa dirinya bodoh atau gagal. Justru, ia merasa bebas untuk mengeksplorasi segala hal yang membuatnya penasaran. Berkat bimbingan ibunya, Edison tumbuh menjadi seorang ilmuwan yang luar biasa. Penemuan-penemuannya, seperti bola lampu telah mengubah dunia dan memberikan kenyamanan bagi kehidupan manusia.
Nancy Edison adalah contoh nyata dari seseorang yang memiliki growth mindset, yaitu kumpulan kepercayaan yang menentukan reaksi dan pemaknaan seseorang terhadap situasi.
Toyo Shibata menjadi contoh bahwa kesuksesan bisa diraih pada usia berapapun. Ia menjadi ikon bahwa menulis bisa dilakukan kapan saja, pada usia berapa saja. Ia membuktikan bahwa usia bukan penghalang untuk berkarya dan berprestasi
Ingatlah bahwa "Tak ada manusia yang terlahir sempurna. Jangan kau sesali segala yang telah terjadi”. Lirik lagu d'Masiv tersebut memberikan gambaran bahwa tidak ada manusia yang lahir dalam keadaan sempurna dan setiap manusia pasti memiliki masalah tersendiri.
Namun yang penting kita harus menjadi manusia adaptif yang mampu beradaptasi dengan segala perubahan yang ada. Saat manusia mampu beradaptasi dengan apa yang terjadi (rintangan, tantangan dan cobaan), ia akan mampu melewati hari-harinya dengan tetap tenang dan damai. Oleh karena itu mari kita memberanikan diri keluar dari zona nyaman. Tertinggal bukan berarti gagal. Terlambat bukan berarti kalah. Sepakat ya.
Inilah jalan sukses itu. Kesungguhan, kegigihan, dan keseriusan dalam perjuangan untuk melakukan aktivitas terbaik pada setiap waktu yang kita lewati. Tidak mudah mengeluh, tidak mudah kecewa, tidak berputus asa dari kebaikan. Jika di masa muda belum merasa menemukan kesuksesan, bukan alasan untuk menutup lembar kehidupan dengan mengatakan "Sudah selesai sejarahku. Tidak mungkin aku menjadi orang sukses". Ini pikiran dan jiwa pesimis yang harus dibuang.
Penulis adalah Kepala SMKN 1 Jeunieb dibawah sekali[]